Stereotip Warung Kopi Yogyakartanan

 


Bagaimana, hari ini sudah ngopi? Hari ini sudah cangkrok? Hari ini sudah bisa nahan sambat? Atau justru sebaliknya, hari ini mager di kamar, lihatin layar hape, scroll touchscreen ke atas dan ke bawah sampai ujung jempol rasanya keset.


Cangkrokan kali ini asyik kali ya bahas warkop~


Bagiku orang pergi ke kafe atau warkop atau coffee shop atau apa saja lah sebutan tempat ngopi bukan sekedar mau menikmati biji kopi (Selanjutnya tak sebut warkop saja biar lebih akrab). Mereka juga mencari suasana, jika warkop gagal menyuguhkan suasana tentu saja pengunjung tidak akan datang lagi. Orang yang datang ke warkop tidak semuanya cuma mau selfie, atau menikmati kopi saja, tapi ada yang mau "lelakon", miker, nugas, diskusi, rapat, kontemplasi, dan yah nyari duit dari jaringan internet dan otaknya.


Begini dab. Beberapa penjaja kopi di Pekalongan sudah pernah tak kunjungi mulai dari warkop di daerah Medono, sampai di daerah Panjang. Memang mereka mengusung konsep yang berbeda-beda secara spesifik. Namun secara garis besar tema mereka seragam yaitu "ngehitz". Hal ini terlihat dari dekorasi tempat, konsep aksesoris, kemudian tata ruang, dan gimmick-gimmick lainnya.


Menurutku konsep seperti itu akan cepat membosankan jika tak ada hal lain yang ditawarkan. Soalnya kalau yang ditawarkan hanya "konsep hits" belaka, hanya mengikuti trend, tentu yang terjadi adalah trend akan terus berubah yang menjadikan trend dan konsep lama akan ditinggalkan. Akan tetapi berbeda halnya ketika warkop menawarkan sesuatu yang lekat dan akrab dengan pengunjung.


Lanjut cangkroknya~


Sedikit berbeda dengan warkop yang ada di Pekalongan, di Yogjo (dengan kondisi khasnya) warkop menawarkan sesuatu yang tidak hanya soal make over tampilan luar. Lebih dari itu warkop-warkop di Yogjo kebanyakan mengusung tema yang sederhana namun akrab dengan pembeli. Desain tempat engga terlalu glowing tapi tetep asyik, sesuatu yang bikin betah berlama-lama ngobrol, ngerjain tugas, atau garap kerjaan.


Ya mungkin karena sasaran utama warkop di Yogjo adalah "orang-orang pusing" sehingga yang terpenting adalah menjual fasilitas, suasana dan kenyamanan. Misalnya saja warkop yang ada di dekat UIN, mereka itu warkop yang menurutku sederhana banget. Cuma ya itu nyaman, bia membuat orang berlama-lama di situ, bikin betah. Apalagi ditambah dengan fasilitas pendukung yang disediakan misalnya, perpustakaan, kajian rutin, bahkan ada kafe yang tiap malam kamis mengagendakan maulid nabi.


Masih di seputaran UIN, di sinilah letak warkop bersahaja sebersahaja kantong mahasiswanya. Jika kalian suka tempat yang adem, tenang, khusyuk, free wifi, kopi murah dari 8000 an, suka mendoan, duduk di sofa. Pergilah ke Joglo. Bentuknya bener-bener rumah joglo. Beberapa kali ke sini tempatnya asyik buat rapat, diskusi, nugas, atau sekedar cangkrokan.


Kalau kalian penikmat buku-buku Diva Press, suka mikir-mikir, pecinta sastra, penggemar Cak Kus, aktivis ekstra kampus, suka cekakaan, cangkrok rame-rame, datanglah ke Basa-Basi. Di sini kalian bisa beli kaos brand basa-basi atau sekedar nyicip berbagai macam kopi dan makanan disana.


Jika kalian mau mendalami riset, ada kafe recommended di dekat UGM. Disana ada kelas riset, waktunya pagi sama sore. Ya asyik banget yang jadi pemateri expert di bidangnya. Tentu saja yang kenal Impulse pasti tahulah siapa mereka. Jadi beliau-beliau ini basicnya dosen di beberapa kampus negeri misalnya, UGM dan UNS. Asli seru. Kerasan sekali, soalnya diskusi dua arah jadi bikin enjoy, aman, engga ada perasaan takut ruang kelas, absensi, nilai, yang ada cozy bet dah. Tentu saja sambil ngopi. Meskipun ya harganya lumayan, tapi sebanding lah dengan kopi dan ilmu yang dapat melengkapi kekurangan dari kelas. Kalau kalian tertarik dengan warkop yang satu ini bisa datang ke Anomie Coffee. Posisinya search sendiri saja di map biar ada petualangan.


Nah begitulah menurutku warkop yang seharusnya. Meskipun balik lagi ke kultur daerah di mana warkop berada. Akan tetapi, di Pekalongan pasti ada orang-orang yang datang ke warkop bukan buat sekedar selfie dan menikmati kopi. Lebih dari itu, mereka yang ingin berkontemplasi dengan "fenomena" pun pasti juga banyak. (Mfr)

0/Post a Comment/Comments