Jogja, Takjil dan Rekonsiliasi
Kebetulan saya telah merasakan bulan ramadan di Jogja untuk kali yang kedua meskipun tidak seluruhnya. Saya kira tidak ada perbedaan mencolok antara Jogja di bulan ramadan dengan bulan-bulan selainnya. Hanya saja aktivitas tambahan khas bulan ramadan seperti, masjid-masjid yang lebih sering menggemakan tadarus, bersautannya bilal tarawih, panggilan sahur, hidangan takjil dll. Selain itu tidak ada perubahan, Jogja istikamah sebagaimana biasanya, warung kopi penuh pengunjung, majelis diskusi tetap semarak, serta tugas kuliah yang tetap menumpuk. Tentu saja warung kopi baru buka menjelang berbuka puasa, mewabahnya majelis diskusi berwujud kultum di masjid-masjid kampus, dan yah tentu saja tugas UAS.
Menjalani ibadah puasa di Jogja bagi mahasiswa missqueen like me tidak menjadi halangan berarti. Kebutuhan berbuka puasa cukup terbantu oleh masjid-masjid kampus maupun masjid umum yang tiap sore menyediakan menu berbuka.
Masjid di kampus-kampus tidak hanya menyediakan takjil bahkan diisi pengajian yang dibersamai oleh cendekiawan berkelas nasional. Asyiknya disini adalah selain mendapat takjil masih ditambah dengan ilmu pula. Petualangan memburu takjil ini akan saya kisahkan sebagai berikut.
Salah satu yang menarik adalah Masjid UGM. Disini kita mendapat menu takjil yang membuat kita tidak merasa lapar sampai jam 00.00 selepas itu ya lapar lagi. Artinya cukup lah buat menambah energi. Disamping lokasi masjidnya yang luas juga khusyuk disini pun ramai jamaah. Ditambah lagi dengan list pengisi kultum yang aduhai kece badai mulai dari Mahfud MD, Amin Rais, sampai Ridwan Kamil. Selain itu ada juga Ulik Abshar Abdalla, Habiburrahman Elshirazy, dan lain-lain. Kebetulan Pak Mahfud MD yang mengisi kajian saat itu. Seperti biasanya ketika memberikan keterangan beliau ini termasuk orang yang tas-tes, to the point.
Bagi Pak Mahfud sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran bahwa tujuan perintah puasa diwajibkan ya untuk menggapai tingkat taqwa. Nah apa itu ciri taqwa. Masih menurut beliau ketaqwaan cirinya tenang, tidak merasa gelisah. Jika masih ada kemurkaan dan kemarahan, artinya puasa kita belum ada pengaruhnya.
Beliau mengisahkan dua sahabat Nabi yang mendiskusikan apakah sejatinya taqwa itu. Keduanya adalah Sidna Umar dan Sidna Ubay. Sidna Umar ditanya,"Taqwa itu apa sih?" Sidna Umar tidak menjawab, nah Sidna Ubay bertanya lagi,"Apakah engkau pernah berjalan di jalanan yang dipenuhi duri?" Sidna Umar menjawab,"Iya, bahkan saya bisa jatuh ke jurang". Sidna Ubay kembali bertanya,"Lantas bagaimana kamu bersikap?", jawab Sidna Umar,"Ya saya akan terus berjalan dan berhati-hati." Kata Sidna Ubay,"Nah Itulah taqwa."
Dalam hidup ini akan ada banyak rintangan dan kita pun dituntut supaya bersikap hati-hati dalam bertindak. Perbanyaklah konsultasi dengan Allah, caranya cocokkan segala tindakan kita dengan ajaran Allah. Hati-hati dalam melakukan apapun karena ada akibat yang menunggu kita. Nah ibadah puasa ini melatih kita untuk bersikap berhati-hati.
Pernyataan Pak Mahfud senada dengan Pak Fakhruddin Faiz. Tokoh intelektual yang satu ini dikenal lewat pengajian filsafatnya di Masjid Jenderal Sudirman Colombo. Ketika itu kultum di Masjid UIN Sunan Kalijaga sembari menunggu maghrib. Pak Faiz ngendikan bahwa salah satu fungsi dari puasa adalah untuk melatih supaya manusia bisa menahan diri. Sebab orang puasa itu kan tidak boleh makan dari fajar sampai ghurub. Padahal dia mampu beli makanan misalnya, tapi dia harus menahan sampai waktu berbuka tiba.
Pelajaran menahan diri ini baiknya juga diterapkan dalam beragam tindakan. Misalnya, menahan diri dari memarahi orang walaupun memiliki keberanian untuk melakukan itu. Menahan diri dari menyebarkan berita hoax, sebelum mengetahui kevalidannya. Dengan demikian ibadah puasa akan berdampak lebih luas secara sosial.
Dua hal ini patut kita laksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu sikap hati-hati dan menahan diri demi menggapai ketakwaan ibadah puasa. Kita pun patut bersyukur pesta demokrasi sudah selesai, pasti ada pihak-pihak yang tidak puas. Cara menyelesaikan masalah pemilu sudah ada yang mengatur. Dengan dua sikap di atas pastilah setiap permasalahan dapat diselesaikan secara baik-baik sesuai mekanisme kenegaraan yang sudah ditentukan.
Dengan hikmah ramadan kita jaga negara ini bersama-sama. Leluhur kita sudah sepakat untuk mendirikan negara inklusif berdasarkan pancasila. Setiap penganut agama dilindungi sepenuhnya oleh negara. Negara memang tidak memberlakukan hukum agama tetapi negara melindungi setiap orang beragama. Nyata-nyata Islam di Indonesia berkembang dengan sangat baik. (Mfr)
#medsos11
Post a Comment