Kita memahami hantu sebagai sosok menyeramkan dan menakutkan. Itu tidak salah. Tapi, ada baiknya kita menambah wawasan perhantuan dengan memahami konten edukasi dalam jurnalrisa. Menjadi penting memahami hantu supaya tidak terjadi disinteraksi dengan mereka. Walau bagaimanapun, percaya tidak percaya, memahami etika pergaulan hantu bisa menambah kepercayaan diri pada saat yang tidak tepat kita menjumpai mereka.
Sebab, seringkali kita terjebak stigma negatif tentang hantu sehingga ada perlakuan diskriminatif terhadap hantu. Tidak sedikit kita memperlakukan hantu secara tidak berperikehantuan, seperti mengusir, menjadikannya budak pekerja, memanggil mereka namun tak diantar pulang, pokoknya macam-macam sekali tindak diskriminatif kita terhadap tetangga seperciptaan yang satu ini.
Etika Pergaulan Terhadap Hantu Ala Jurnalrisa
Jurnalrisa sendiri merupakan akun Youtube dengan 2,3 juta subscriber, yang mengeksplor masalah perhantuan. Tim inti Jurnalrisa terdiri dari Risa Saraswati penulis buku Danur dan Asih. Keduanya berkisah soal proses pertemuan Risa dengan hantu dimulai sejak duduk di bangku SD. Kemudian tim yang lain ada Kakang, Iko, Angga, Rai Sekar, Riri, Gemma, Nicko, dan Indy. Tentu saja disitu ada kameramen dan bagian pencahayaan yang belum dikenal siapakah nama sebenarnya.
Durasi konten mulai 10 menit sampai satu jam. Menjadi asik dinikmati ketika konten perhantuan dalam jurnalrisa dikupas dengan konsep begitu milenial. Misalnya, dari segi pakaian, meskipun tim jurnalrisa ini tengah 'memburu' hantu pakaian mereka kekinian sekali. Tidak seperti dukun konvensional yang memakai setelan serba hitam. Tim jurnalrisa tampil dengan pesona remaja kekinian yang begitu fashionable.
Kemudian, dari segi gaya komunikasi. Sepertinya tim jurnalrisa mengedepankan asas sama-sama nyaman dengan para hantu yang menjadi respondennya. Dengan nada suara halus, gaya bahasa yang lemah-lembut, dan tentu saja dengan gesture tubuh bersahabat. Tim jurnalrisa tak segan memeluk hantu saat terjadi mediasi. Juga menepuk pundak sebagai tanda persahabatan. Terkadang tim jurnalrisa juga memberikan motivasi kepada hantu-hantu yang putus asa menyempurnakan diri.
Ini serius. Misalnya ketika tim jurnalrisa mengunjungi rumah Raditya Dika. Disana ada sosok hantu yang berwujud perempuan muda dan begitu exited dengan Radit. Konon, hantu ini suka menyandar ke bahu Radit ketika dalam perjalanan di mobil. Hantu yang tidak mau dikenal namanya ini sudah nyaman tinggal di rumah Radit. Sampai ahirnya, Radit meminta agar hantu ini pergi karena bukan tipe hantu yang menguntungkan.
Apa yang terjadi? Dengan lemah lembut Risa membujuk agar hantu ini meninggalkan Radit dengan ikhlas. Sembari menepuk pundaknya Mas Angga menguatkan supaya hantu ini tegar menjalani sisa waktunya tanpa Radit. Dan mengejutkan! Si hantu hanya meminta salaman perpisahan dengan Radit sebelum ahirnya ia pergi menjauh dari kehidupan Radit.
Etika Perhantuan yang Mestinya Kita Pahami
Dari sini kita memahami bahwa berinteraksi dengan hantu tidak harus berpenampilan seram. Dengan pakaian kekinian tak akan mengurangi kenyamanan hantu saat berkomunukasi. Mungkin hantu juga akan merasa nyaman ketika berinteraksi dengan manusia yang berpakaian bersih, rapi, wangi, gaul, daripada dukun-dukun garis keras yang menekankan keangkeran. Tim jurnalrisa mematahkan pandangan primordial ini. Nyatanya hantu-hantu tak merasa tersaingi dengan penampilan tim jurnalrisa. Justru keangkeran penampilan dukun konvensional dapat mengganggu emansipasi hantu sebagai hantu.
Intinya dalam bab etika pergaulan dengan hantu penampilan harus diperhatikan. Jangan sampai anda melampaui batas kemanusiaan dan menjadi serupa dengan hantu. Biarkanlah manusia dengan emansipasinya dan hantu pun demikian.
Kedua, hal yang tak kakah penting dalam etika perhantuan ala jurnalrisa ini adalah gaya komunikasi. Jangankan hantu, manusia juga akan merasa terganggu dengan gaya komunikasi sombong, menindas, menjelekkan, semena-mena, otoriter. Pun demikian dengan kawula hantu. Dari jurnalrisa pelajaran mengenai sopan-santun semakin kita pahami.
Tim jurnalrisa tak pernah membentak hantu, berbicara dengan nada kasar, mengumpat, menunjuk muka, mengatakan "anjing", "kutil babi", "laknat", iya, meskipun dengan hantu sekalipun etika sopan-santun dijunjung tinggi oleh tim jurnalrisa. Konon, satu tim ini masih ada ikatan saudara jadi ya terlihat akrab sekali saat mengeksplor hantu.
Ketiga, untuk menambah suasana cair yang asyik dalam berinteraksi dengan hantu. Maka tak ada salahnya memberikan semangat hidup untuk para hantu. Di zaman yang tak menentu ini, masyarakat hantu juga tengah mengalami halusinasi akut atas kehidupannya. Misalnya, mereka kira dapat meminta bantuan manusia untuk menyempurnakannya, alih-alih yang terjadi justru para hantu membuat anusia takut.
Makanya, bagi mereka yang berada di tingkat advanced dalam dunia perhantuan tidak disarankan menebarkan ketakutan di kalangan hantu, menebar kebencian, menyebarkan hoax, berita bohing memecah-belah. Justru para hantu ini sangat membutuhkan uluran kebaikan manusia.
Karakteristik Hantu Jurnalrisa
Memahami hantu dalam jurnalrisa tidak bisa dipisahkan dengan 'teman-teman' hantu Belanda Teh Risa. Ada satu geng hantu Belanda yang diceritakan dalam buku maupun film Danur. Mereka adalah sosok anak kecil yang berjumlah lima orang Peter, Janshen, Wilkiam, Hans, dan Hendrick. Hantu-hantu ini dipertemukan di sekolah Risa waktu SD.
Konon, mereka ini selalu memitivasi Risa saat sedih. Persahabatan Risa dengan Peter CS berjalan baik-baik saja. Selayaknya anak-anak mereka bermain, lari-lari, petak umpet, dan sebagainya. Sampai pada suaru saat Peter CS menawarkan persahabatan yang abadi jika Risa mati. Sampai terhitung percobaan bunuh diru sebanyak tiga kali. Hal itu membuat Risa sadar, kematian sudah ditentukan garus takdir.
Persahabatan bagi hantu bersifat abai tidak ada kata usai. Sebagai hantu bule, Peter CS dapat menghormati keputusab Risa untuk tidak melanjutkan percobaan bunuh diri. Peter CS tidak pernah memperdebatkan darimana Risa berasal, tidak mempedulikan apa agama Risa, apa pilihan politik Risa. Peter CS tidak pernaemaksa Risa untuk menjadi pendukung Jokowi atau Prabowo. Bagi Peter CS bersahabat yasudah bersagabat saja.
Lisbeth yang Kooperatif
Agaknya hantu-hantu Belanda lebih nyambung berkomunukasi. Mungkin kedewasaan mereka pada saatenjadi manusia maupun sebagai hantu selalu memuntun mereka untuk bersikap realistis-pragmatik. Seperti sosok Lisbeth yang digmbarkan sebagai wanita Belanda berbaju kuning penghuni Benteng Gunubg Kunci Sumedang. Bukan saya tak menghormatu hantu inlander, terkadang justru mereka yang sejatinya bukan sebangsa kita dapat menghormati kita sebagai entitas.
Lisbeth salalu nyambung ketika berkomunikasi. Meski dengan bahasa Indonesia berlogat kompeni Lisbeth dapat mengimbangi pertanyaan dari Riri maupin Indy. Tidak banyak ketawa seperti hantu pribumi, Lisbeth tampak kalem, tenang, kosa-kata yang runtut. Meski ayah Lisbeth adalah petinggi prajurut pada waktu itu, Lisbeth tak pernah diajarkan jumawa, tampak bagaumana ia mau menyambut Risa CS dengan hangat. Meski memang Lisbeth tak menceritakan apakah waktu itu ayahnya mengajarkan adagium "Saya lebih prajurit daripada prajurit".
Komunikasi memang kunci interaksi. Setiap kata yang mengalir akan tumpah di medan pikiran lawan bicara. Meskipun sampai sekarang belum ada penelitiam mengenai pikiran hantu. Namun, paling tidak dari hantu-hantu Belanda ini kita memahami komunikasi dengan menggebrak meja podium sangat tidak etis. Apalagi joget-joget di forum resmi negara. Dari hantu-hantu Belanda ini dapat dipahami, komunikasi yang interaktif tidak perlu mempermainkan kata.
Seperti sosok Lisbeth, apa adanya, kata-kata yang lugas dan mudah dipahami tanpa ada prefiks 'kkkhhh... kkkhhh...kkkhhh' hanya untuk ngibul. Lisbeth bukan tipe perempuan seperti itu, bukan sosok yang akan mengatakan luka bekas operasi plastik sebagai luka dianiaya. Lisbeth akan mengatakan partai politik ya partai politik, bukan partai Allah maupun partai setan. Lisbeth yang notabene hantu tak pernah mengatakan adanya partai setan atau partai hantu ini fiksi atau bukan.
Baik Lisbeth maupun Peter CS sepertinya akan mengakui kekalahan dengan ksatria, jujur, dan penuh wibawa sebagimana bule original. Seperti ketika Lisbeth menceritakan peristiwa pengeboman benteng Gunung Kunci oleh Nippon. Lisbeth berkata dengan logat kompeni,"Ya begitu, mungkun sudah seharusnya seperti itu."
Lisbeth tidak perlu konferensi pers. Lantas mengumumkan ke seluruh penjuru Hindia-Belanda bahwa benteng Gunung Kunci masih kokoh berdiri. Nyatanya, reruntuhan bekas bom itu dapat dilihat oleh manusia secara real empiris sampai sekarang. Lisbeth percaya metode inderawi, dan tak perlu sujud syukur di atas podium karpet sejajar dengan sepatu-sepatu wartawan. Lisbeth tak se-halu itu. Sebagai hantu, Lisbeth realistis dan apa adanya. Berbeda dengan sebagian manusia.
Post a Comment