Membahas Hakikat Cinta



 ياوارد الأنس والأفراح في السحر ازحت ما بفؤادي من لظى الكدر

Menurut Ghazali, cinta adalah tujuan tertinggi dari seluruh maqam dan puncak tertinggi segala tingkatan. Cinta para sufi bagi Carl W. Ernst berbeda dengan analisis cinta filosofis yang legal dan sekuler, sementara para sufi menempatkan cinta dalam konteks psikologi mistik dalam setiap keadaan (ahwal) dan maqamat. Para sufi menempatkan cinta sebagai hubungan paling suci antara Tuhan-manusia sehingga mereka menjadi begitu mencintai semua hal yang bersumber dari-Nya. Wujud nyata dari cinta para sufi adalah Islam Rahmatan lil 'Alamin, Islam kasih sayang pada seluruh semesta.

Akar ajaran cinta para sufi dapat dirujuk melalui jalur Imam Ja'far Ash-Shidiq (w 148/765). Cinta baginya adalah perjalanan spiritual menuju perjumpaan dengan-Nya. Imam Ja'far mengumpamakan cinta bak konstelasi bintang di langit yang menjadi tanda perjalanan. Jika hati seluas langit maka jalan menuju-Nya adalah perjalanan jauh membaca tanda hati. Tanda cinta itu bagi Imam Ja'far dimulai dari tanda iman (iman), tanda gnosis (ma'rifah), tanda akal ('aql), tanda keyakinan (yaqin), tanda kepasrahan (islam), tanda kemurahan hati (ihsan), tanda kepercayaan kepada Tuhan (tawakkal), tanda rasa takut (khouf), tanda harapan (raja), tanda cinta (mahabbah), tanda rindu (syauq), dan tanda gairah (walah). 

Pendakian jalan terjal menuju Tuhan sampai puncak tertinggi dalam tradisi sufisme paling sering dikaitkan dengan sufi agung perempuan dari Basrah, Rabi'ah Al-'Adawiyah (w 185/801). Rabi'ah memiliki klasifikasi cinta yang ketat antara cinta egoisme dan cinta sejati. Cinta egoisme bagi Rabi'ah adalah mereka yang menghamba demi surga, sementara cinta sejati ialah mereka yang menghamba demi Allah Sang Kekasih. Anekdotnya yang terkenal saat menjawab Sufyan Ats-Tsauri menegaskan hal ini," Aku tidak menyembah Dia karena takut kepada api neraka, atau karena menginginkan surga-Nya, sehingga aku akan menjadi budak rendahan; namun, aku menyembah Dia karena cintaku kepada-Nya dan kerinduanku kepada-Nya." Kata kunci dalam kamus Rabi'ah adalah cinta (mahabbah) dan kerinduan ('isyq).

Para sufi Baghdad layak mendapat julukan "Sang Pecinta", Summun al-Muhib (w 287/900) misalnya, baginya cinta adalah prinsip dan fondasi "Jalan" menuju Tuhan yang Mahatinggi. Keadaan (ahwal) dan maqam adalah derajat (semua bertalian dengan cinta); dimanapun sang pencari tinggal, maka hendaknya langkah ini berakhir, kecuali untuk tingkatan cinta. Sama sekali tidak tepat untuk mengakhiri langkah ini, sepanjang sang Jalan masih ada." Summun meletakkan cinta pada derajat paripurna yang abadi dan menyeluruh dalam segala aspek.

Di Persia analis cinta terkenal bernama Abul Hasan ad-Daylami, dalam risalah 'Atf al-Alif al-Ma'luf 'ala al-Lam al-Ma'luf, ia menjelaskan tingkatan cinta dalam sepuluh etape yaitu ulfah (keakraban), uns (keintiman), wudd (afeksi), mahabbah haqiqiyyah duna al-majaziyah (cinta sejati tanpa cinta metaforis), khullah (persahabatan), syagaf (tergila-gila), isrihtar (kenekatan), walah (gairah), hayaman (kebingungan), dan 'isyq (cinta penuh gairah). Bagi Ernst, Dailami melebarkan wilayah cinta dari sufisme ke dalam wilayah filsafat sekaligus adab (sastra Arab).

Masih di daratan Persia, Abul Qasim al-Qusyayri (w. 465/1072) menempatkan cinta dan kerinduan di tingkatan ke 49 dari 50 tingkatan (maqam) yang ada. Baginya kerinduan bukan hanya soal keterpisahan dari kehadiran sang kekasih. Lebih jauh, bagi Qusyayri kerinduan adalah kekuatan yang begitu dahsyat untuk senantiasa bersama Ilahi, sehingga seluruh kehidupan adalah pertemuan dengan Tuhan. Abdullah Anshari (w 481/1089) membedakan jalan cinta bagi pemula dengan para elite. Bagi Anshari sang pemula hendaknya fokus pada pembinasaan ego (fana) dan pengukuhan keesaan ilahi (tauhid). Namun, bagi kalangan elite, cinta adalah pembinasaan dalam cinta Sang Sejati, karena semua cinta menjadi ghaib dalam cinta Tuhan, oleh kasih sayang-Nya.

Sang martir sufi, 'Ayn Qudat Hamazani (w 525/1131) memposisikan cinta sebagai kewajiban agama (fard), sebab cinta membawa umat manusia kepada Tuhan. Ia meyakini, surga sebagai keadaan terpisah dengan Ilahi adalah penjara bagi para elit spiritual; intinya, hanya Ilahi sajalah tujuan mereka. 'Ain Qudat membagi cinta dalam tiga kategori.  Cinta kecil ('isyq soghir), yaitu cinta kepada Tuhan. Cinta besar ('isyq kabir), yaitu cinta Tuhan pada diri-Nya. Dan cinta mutual ('isyq miyana) antara Tuhan dan manusia. Mengalami cinta mutual bagi 'Ain Qudat bak bermandikan cahaya matahari kosmis. Pada saat itu, esensi hubungan intim antara Tuhan dan jiwa tersingkap menjadi cinta: cinta Tuhan menjadi substansi jiwa, dan cinta kita menjadi karakteristik eksistensi-Nya.

Terakhir, sufi Persia Ruzbihan Baqli (w 606/1209) dalam Abhar al-'Asyiqin ia menjelaskan empat prinsip cinta. Pertama, kapasitas alami tubuh untuk menerima pengaruh spiritual dan (kedua) menyatu dengan cahaya spiritual. Ketiga, cinta yang dibentuk sebagai kapasitas sang pencinta untuk memandang keindahan. Keempat, keindahan yang masuk dalam hubungan nyata dengan mata sang pecinta untuk menciptakan kesatuan cinta, yang dibedakan menjadi pecinta dan kekasih.

Empat prinsip ini selanjutnya akan mengatarkan pemula untuk melakukan pencarian ilahiyyah melalui bantuan indrawi. Lantas setapak demi setapak sang pemula akan memasuki tingkatan-tingkatan cinta hingga meraih kesempurnaan. Seperti anak-anak sungai yang menuju ke lautan luas. Meski demikian perjalanan pemula ini masih berada dalam ranah cinta manusia, dengan cara merenungi ciptaan Ilahi sebagai permulaan cinta. Penyucian cinta dilakukan dengan cara melaksanakan perjalanan spiritual (salik) dan kemudian mendapat pancaran ilahiyyah.

Wujud cinta paripurna Ruzbihan terdiri dari 12 maqam yaitu, 'ubudiyyah (kehambaan), wilayah (kewalian), muraqabah (meditasi), khauf (rasa takut), raja' (harapan), wajd (penemuan), yaqin (keyakinan), qurbah (kedekatan), mukasyafah (penyingkapan), musyahadah (penyaksian), mahabbah (cinta), dan syauq (kerinduan). Kedua belas maqamat cinta ini adalah cinta universal yang merupakan tujuan ruh.

Demikianlah perjalanan cinta dari luapan kekayaan cinta dalam dada Imam Ja'far Shadiq, Rabi'ah, Summun al-Muhib, Daylami, Qusyairi, al-Hamazani hingga Ruzbihan. Kesemuanya mengajarkan ruh agama Islam adalah cinta, inti syariat adalah menjalani cinta, kehidupan dunia adalah menebar cinta dan kedamaian. Ajaran para sufi adalah ajaran  menjadi hamba dengan mencintai hingga Diapun mencintainya. Dengan luapan cinta itupula sang pencinta akan mencintai seluruh ciptaan yang bersumber dari Sang Kekasih.

Disarikan dari section book Sayed Husen Nashr.

1/Post a Comment/Comments

Post a Comment