ROMANCUK #4

ROMANCUKKU ROMANCOKMU ROMANCUK KITA

Ya, jadi memang begitu, Romancuk selalu ada dalam setiap kisah cinta anak manusia bak setiap gelembung rahwana Tejoisme menjangkiti setiap lelaki "waras".

Romancuk akan mendidikmu, romancuk adalah sebuah proses pendidikan karakter. Sebuah pemahaman diri dalam menempa jati diri, mendidik akal budi. Romancuk lahir dari sebuah alur kisah asmara yang didalamnya ada kasih dan saat yang bersamaan mengandung potensi candu yang membahayakan.





Bila tak segera dipahami, dalam kisah asmara lelaki bisa saja tiba-tiba menjadi sangat memonopoli perempuannya, merampas kehidupannya, mengambil miliknya. Namun tak sedikit pula wanita yang tiba-tiba saja menjadi begitu posesif, arogan, semena-mena bahkan menjurus pada pemerasan. Ini bahaya kalau tidak segera diinsafi. Cinta yang membujuk seperti ini menjadi candu. Romancuk harus segera terpahami bahwa di dalam roman tak sedikit ada nuansa jancuknya. 

Mesti pemahaman jancukku sebatas pada buku Republik Jancuker nya Sujiwo Tejo tapi tak ada salahnya aku mengingatkan kalian bahwa mencintai pasangan kalau tidak segera didasari dengan kebijakan disitulah pasti terdapat perseteruan, perselisihan, perpisahan, sakit hati, saling menyakiti, saling dendam dan karenanya marilah kita bersama dalam rangka saling mencintai kekasih kita insafilah dan jalani dengan penuh kebajikan.

DIMANA RAHWANANYA?

Gini pembaca, bagaimana mungkin jika sebangsa Rahwana saja memiliki kekaguman pada sifat? 

Lantas sebangsa manusia lalai pada hakikat. Rahwana sedang tak enak badan setelah seharian menjalani safari dari pesisir utara pulau jawa menuju ke pesisir paling selatan pulau jawa. Ia memulai perjalanan dari Pekalongan, pantai Pasir Kencana, lebih dikenal Boom. Ia berjalan menyusuri pegunungan menuju pantai selatan, Yogyakarta. 





Dilewatinya pegunungan, hutan Batang, Reban, Sukorejo. Dilewatinya pematang-pematang sawah Temanggung, sambil sesekali ia membeli tembakau untuk sekedar menghisap kelezatannya. Sembari membelah hutan Gunung Tidar ia susuri Magelang dengan guyuran hujan.

Aku tak tahu, Rahwana masih puasa kata-kata apalagi lala-lala nada-nada. Namun seperti yang dikabarkan burung kenari Rahwana hendak belajar kebajikan di kota pelajar. Dikabarkan banyak guru yang dapat mengajarinya sastra, budhaya, tulis-menulis, bahkan bisa juga diajarkan Islam Nusantara. Ah, tak apa kusebut merek.
Ketika dalam perjalanan itulah batin jiwanya memprakarsa. Ada sebuah kemerdekaan yang ia dapatkan dari perjalanan ini. Perasaan hatinya meluas selebar cakrawala. Ia mendapatkan pemahaman baru akan kisahnya, sebuah pemahaman akan Romancuk.

KATA-KATA LALA-LALA NADA-NADA


Jonggrang, memang setiap malam aku memandangi kitab takdirku akankah disana terdapat namamu dalam catatan kehidupanku. Lama sekali kucari namun masih tak kudapati namamu.





Kalaupun tak ada berarti harus ada yang diganti dengan namamu. Aku sudah terlanjur dipertemukan denganmu, bagaimana aku minta ada pertemuan yang lain. Kalau begini apakah ini namanya kalau bukan romancuk?!

Jonggrang. Kau sudah tak menarik lagi bagiku. Serius. Tapi bagaimanalagi mulutku tak mau berhenti merapal doa untukmu. Kalau begini apa namanya kalau bukan romancuk?!

Jonggrang. Yang penting buatku bukan kamu lagi, tapi keindahan munajat ini yang getir-getir menyenangkan. Kalau begini apa namanya kalau bukan romancuk?!

Tak terasa hujan semakin deras jonggrang. Kabut mulai memeluk pinus pada alas-alas Tidar. Kalau aku tak sebentar menepi sudah kupastikan aku akan menggigil padahal perjalananku masih lama. Aku tidak mau terbang, itu terlalu memonopoli. Natural saja. Go with the flow.

Aku duduk nyandar di bawah pohon jati ditengah-tengah hutan pinus. Sulit menemukannya, sebab aku tak mau bersandar kecuali pada pohon Jati ini. Kutemukan pohon ini agak lama setelah aku semakin memasuki ruang belantara hutan ini. Semakin dalam kutemukan diantara pohon yang ada pada sebuah hutan diatas pucuk gunung. Iya, namanya pohon jati Jonggrang, tampat kusandarkan seluruh tubuhku. 

POHON JATI

Namanya pohon jati. Pohon yang bisa menyesuaikan dengan segala cuaca. Saat terik ia akan menggugurkan daunnya. Batangnya keras. Mampu hidup pada tanah yang gersang. Pada tanah kapur. Keras. Di Gunung Kidul Yogyakarta hutannya banyak ditanami Pohon Jati.

Lama sekali pertumbuhan jati agar kokoh dan laku di pasaran. Sebuah harga yang mahal, perawatan yang telaten, ulet, tapi ya bisa dirabuk sambil tertawa haha hihi, bisa juga berdendang lala lala, bisa juga sambil ngobrol kata kata lala lala nada nada.

Dan. Pohon jati itulah yang tengah dituju Rahwana sesampainya di tanah Mataram. Sebuah pertemuan dengan diri sendiri. Sebuah perkenalan dengan entitas yang disebut manusia abad 21 dengan jati diri.





By. Fairuz say

0/Post a Comment/Comments