Masih saya lanjutkan tentang bagaimana proses sehingga ahirnya saya kuliah di Jogja. Sejak awal memang saya ingin sekali kuliah di Jogja. Prosesnya memang tidak terduga dan seperti mimpi, begitu saja. Iya, saya anak pertama dari tiga bersaudara, bapak saya adalah pedagang dan ibu saya seorang guru TK. Jelas, keluarga saya bukanlah kelurga kaya, semua serba cukup, terkadang malah banyak kurang disana-sini. Namun, begitulah kuasa-Nya semua dapat dilalui sampai ahirnya saya lulus S1 dengan predikat sebagai mahasiswa terbaik Prodi PBA IAIN Pekalongan, satu adak saya laki-laki kelas 3 MAS Simbang Kulon, dan adik perempuan saya, penghafal al-Quran di PP. Roudlatul Khuffad. Semuanya, anak bapak saya sekolah, tidak ada yang putus pendidikan. Memang begitu ingin bapak sejak semula.
Setelah lulus saya mengajar bahasa Arab di salah satu SMP di tempat saya tinggal. Hingga saat ini saya telah mengajar hampir satu semester. Namun, sudah saya putuskan untuk merantau ke Jogja buat sekolah S2. Ini menjadi salah satu pertimbangan saya untuk tidak pergi dari Pekalongan. Saya harus tetap bekerja sementara pendidikan saya tidak boleh terhenti. Oleh sebab itu saya untuk sementara waktu memtuskan untuk mengambil pasca sarjana di IAIN Pekalongan. Namun dengan prodi yang tidak linier dengan pendidikan S1. Sedang, saya menginginkan pendidikan yang linier untuk menunjang karir profesional saya. Dan sementara waktu, begitulah opsi yang saya pegang sambil menunggu masa pendaftaran tiba.
Sampai masa pendaftaran tiba ternyata saya tidak kunjung mendaftar di Pasca IAIN Pekalongan. Ada jalan lainkah? Begitu tanyaku pada Tuhan. Tak berselang lama saya menemui SekJur Tarbiyah untuk meminta nasihat. Beberapa opsi beliau berikan sebagai masukan bahan pertimbangan. Beliau mengiyakan jika saya harus sekolah di pasca IAIN Pekalongan, namun akan lebih baik jika saya mengambil jurusan yang linier. Dan begitulah oleh-oleh yang saya bawa pulang untuk dibicarakan dengan orang tua. Sembari beliau menasehati agar saya tetap berdoa, istikharah memohon yang terbaik.
Agak lama waktu itu bapakku memikirkan sesuatu hal yang mengawang dalam pikirannya. Namun, beliau memberikan opsi lagi buat sekolah di UIN Walisanga Semarang, dengan pertimbangan agar tidak meninggalkan sekolah tempat saya mengabdi. Jadi, sementara waktu ada dua opsi. Dan saya kembali ke Bu SekJur membawa bekal opsi orang tua. Dan untuk yang kesekian kali saya pergi ke kampus.
Di kampus, dalam ruang ber-AC itu saya bertukar pikiran dengan beliau. Enak berbicara dengan beliau yang seorang doktor. Singkat cerita, saya diberi masukan agar merantau sekalian saja di Jogja atau di Malang! Dan begitu kesimpulan ahirnya. Saya membawa satu pilihan ahir, Jogja atau Malang.
Saya si miskin yang tak tahu malu untuk terus menambah ilmu di tempat-tempat jauh disana.
Agak lama waktu itu bapakku memikirkan sesuatu hal yang mengawang dalam pikirannya. Namun, beliau memberikan opsi lagi buat sekolah di UIN Walisanga Semarang, dengan pertimbangan agar tidak meninggalkan sekolah tempat saya mengabdi. Jadi, sementara waktu ada dua opsi. Dan saya kembali ke Bu SekJur membawa bekal opsi orang tua. Dan untuk yang kesekian kali saya pergi ke kampus.
Di kampus, dalam ruang ber-AC itu saya bertukar pikiran dengan beliau. Enak berbicara dengan beliau yang seorang doktor. Singkat cerita, saya diberi masukan agar merantau sekalian saja di Jogja atau di Malang! Dan begitu kesimpulan ahirnya. Saya membawa satu pilihan ahir, Jogja atau Malang.
Saya si miskin yang tak tahu malu untuk terus menambah ilmu di tempat-tempat jauh disana.
Post a Comment