Kang! eps.26


Kang! eps.26
Kapak Penghancur Berhala Nabi Ibrahim
Dalam mimpi-mimpiku semakin sering kulihat dua makhluk yang satu merengek meminta tolong, dan yang satu memberikan jawaban atas makhluk yang selalu merengek tadi. Aku belum menceritakan mimpi-mimpiku kepada Fadil ataupun Barok, tidak pulah Pak Kiai Baehaqi. Aku semakin ketakutan menghadapi mimpi-mimpi itu. Untuk mencari jawaban dari mimpi-mimpiku aku membaca lebih banyak buku. Namun, semua ilmu dari mimpiku itu tak kutemukan dalam berkembar buku ataupun kitab kuning. Pada suatu siang dalam kesadaranku meneruskan buku Mulla Sadra itu, mereka berdua hadir kembali dan memulai dialektika yang tak kupahami.
Kulihat Manusia yang tengah membaca surat al-Baqarah lalau dia mulai bercericau kepada Petunjuk:
Aku lanjutkan kisahku kepada Petunjuk yang semakin kutemarami dengan kemunafikan agamaku. Baru kusadari agamaku adalah agama kemunafikan; senyumku, sapaku, baikku, tak lain adalah untukku sendiri. Aku takut orang mengatakan aku orang masam, suka bermuram durja, tidak sumeh, congkak, aku beramal dari keniatan yang salah itu. Bukankah semua itu akan baik ketika kuniatkan untuk beribadah mengikuti junjungan s.a.w.?
Seperti kejadian malam itu. Aku bertemu dalam satu ruangan dengan seorang yang begitu ilmiah. Setiap kata-katanya adalah apa yang dia kutip dari pengetahuan. Setiap ungkapan katanya adalah karya ilmiah yang penuh dengan catatan kaki dan referensi. Dia tak punya pemikiran apa-apa kecuali apa yang dia kutip dari lembaran-lembaran buangan negeri selatan jauh.
Aku masih saja mendengarkan bualan kata-katanya yang sudah membuat hatiku melihat sifatnya; penukil. Namun, aneh dia memandangku remeh, hanya karena aku tidak sepembacaan dengan dirinya. Segaris dengan buku-buku tradisional Eropa. Bukan, aku hanya tidak suka menukil, menjadi generasi pengekor pemikiran dan pandangan. Aku hanya ingin satu kebenaran pasti yang kuyakini kepostulatannya. Bukan catatan kaki sana dan catatan kaki sini. Penyusunan belaka, formalitas kaum imperealis. Bukankah ‘kekayaan’ milik kaum yang bebas dan merdeka, sedangkan tradisi bebas Pola  dikalangan timur raya lebih menyilaukan kekayaan intelektualku.
Aku lupa, mungkin itu berhala ketiga dalam otakku. Berhala yang dibangun sejak kehancuran Malaka. Berhala budaya kalah pada kekuatan selatan jauh; apapun yang datang dari sana. Pemikirannya, orangnya, nyanyiannya, gaya memikirnya, gaya pendidikannya, gaya memerintahnya. Selatan jauh benar-benar berhala terbesar dalam kuil intelektual. Sekte paling menakutkan yang menghancurkan seluruh pancaran timur Raya.
“Aihhhh, Petunjuk aku bingung. Siapa yang harus aku tundukkan kepadanya shalatku, ibadahku, hidupkku, matiku, dan egoku?.” Dengan penuh ke-disorientasi-an aku menuduh pada berhala ketiga itu sebagai biang semua kesesatan dalam hidupku. Dari lahir aku sudah masuk dalam kuil intelektual sekte Selatan jauh dan Barat sebagai berhalanya.
Petunjuk aku akan ajukan sebuah pertanyaan untukmu. Mungkinkah Tuhan tidak benar adanya. Benarkah Tuhan terjebak dalam keimanan saja? Benarkah Tuhan dalam hati? Benarkah Tuhan dalam pemikiran? Atau benar adanya Tuhan adalah pemikiran itu sendiri? Betapa banyak telah kulihat orang berperang membelanya. Pemuda saling membelakangi karenanya. Sebangsa berperang karenanya. Hanya membela apa yang menghiasi pemikiran para pemikirnya?”
“Dapatkah kau menjawabnya, wahai Petunjuk?
Tersenyum. Petunjuk hanya menyimpulkan bibir sabdanya, kemudian memperlihatkan padaku sebuah jawaban,”Ihbithu Misron Fa Inna Lakum Ma Saaltum.”
Aku bingung apa maksudnya dengan Mesir dan kenapa harus Mesir. Mesir, ada apa disana?” Manusia kebingungan.
Mesir disana ada kekuasaan berhala terbesar yang masih dapat kau lihat pengaruhnya sampai sekarang; Firaun. Jangan lihat pada tandanya wahai kau, Manusia. Lihatlah pada apa yang ditunjukkan oleh tanda itu. Memang sulit untuk kau pahami. Namamu juga begitu aneh kau bernama Manusia dari golongan makhluk Ego.”
Begini nak, untuk membasmi berhala dalam pemikiranmu. Kau harus memiliki kapak Kejujuran penghancur berhala Nabi Ibrahim. Bukankah Nabi Ibrahim berasal dari golongan jujur tidak sepertimu dari golongan ego. Beliau jujur mengakui kebenaran pemikirannya, hatinya dan sikapnya. Sehingga dengan kejujuran itu beliau memiliki kapak yang menghancurkan segala berhala yang menjadi sesembahan selain pada Allah yang bersabda “Alastu Bi Robbikum” dan beliau jawab “Bala” itu. Dengan kapak itu hancurlah berhala-berhala yang menggelayut dalam pikiran, hati dan sikap makhluk ciptaan. Dengan kapak itu pula akhirnya beliau menghancurkan berhala meterial yang dibuat pemahat batu di dunia inderawi.
Kau harus punya kapak kejujuran itu untuk membasmi berhala dalam dirimu. Jujur pada kebenaran yang dibawa oleh Manusia yang paling baik; yang oleh Manusia paling baik itu pula kemanfaatan dirasakan pada semua makhluk ciptaan. Maka temukanlah Manusia paling baik itu dan mintalah kapak kejujuran itu padanya.
Manusia kau harus berjanji pada dirimu sendiri; pertama, kau tidak akan pernah menyakiti dirimu sendiri sejak dalam pemikiran, keputusan dan tindakanmu, kedua selalulah ingat bahwa Allah memegang atas semua kebaikan dunia-akhirat dan telah meletakkan kebaikan-kebaikan itu pada setiap tempat yang telah dikehendakiNya. Maka kewajibanmu adalah mencari kebaikan itu dimana kebaikan itu telah diletakkan.

Petunjuk masih melanjutkan,” Begitulah kata Guru Mulia wahai Manusia?”

0/Post a Comment/Comments