Dikamarku. Setelah al-Quran al-Quran kepada santri kelas dua ibtida’ di masjid aku langsung kembali ke kamar. Bergegas mengambil surat yang masih tersimpan dalam tas. Aku ambil amplop cokelat yang terlipat dua. Aku duduk sambil meluruskan kaki kedepan serta punggung yang kusandarkan pada lemari pakaianku.
Perlahan kubuka tutup amplop, aku sobek dengan hati-hati. Lantas aku ambil kertas didalamnya. Kurasa lembaran yang banyak. Aku buka surat dari Najma yang ditulis dengan font cambria ukuran sebelas sebanyak lima lembar hvs.
Lima detik kemudian mulai kubaca lariknya:
Hhh...
Ada waktu dimana kita tidak bisa memilih. Ada kalanya kita harus menerima apa yang Tuhan gariskan untuk kita. Bahkan saat kita tak ingin sekalipun.
Mungkin aku memang tak akan pernah menganggap semua ini nyata. Entah sampai kapan, aku selalu berada dalam keakuanku.
Adanya kalian itu untuk membangunkan aku dari hayalku. Bahkan terkadang aku tak dapat membedakan nyata dan semu dunia ini.
Kau tahu saat kau ingin dunia mengerti dirimu ternyata dunia tak bisa memahamimu. Kau akan lari, entah kemana. Saat kau temukan tempat yang nyaman untuk berlindung kau akan kembali khawatir untuk keluar.
Aku pernah dititik ini. Dan aku tahu bahwa ini kesalahan terbesarku. Membiarkan imajinasiku lebih besar ketimbang realitasnya kehidupan. Ini menyedihkan.
Aku terlalu takut untuk menghadapi dunia yang aku sendiri ada didalamnya. Kau pernah merasakan separuh hatimu harus pergi. Kau tahu sakitnya. Aku tak perlu menjelaskannya padamu.
Aku juga tak pernah tahu apa tang kurasakan saat ini. Cintakah? Sayangkah? Atau ingin memiliki? Atau hanya butuh adanya. Aku tak pernah tahu. Bahkan aku tak bisa mengerti yang terjadi padaku.
Terlalu banyak tanda tanya dikepalaku. Dialog dengan diriku yang tak pernah berhasil menemukan solusinya.
Ada sudut dihati yang kita berinama kenangan. Yang disana ada banyak cerita terkisah. Sudah kuletakkan sebuah cerita disebuah sudut hati itu, tersimpan rapi, terkunci rapat. Tapi aku tak pernah tahu disana ada sedikit lubang, itu membuatku tetap mengingat kenangan itu.
Kau tahu, menemukan kalian dalam baris cerita hidupku sesuatu yang baru. Dengan banyak kisah yang baru. Ku tinggalkan kenangan lalu. Tapi dia tetap ada menguntitku. Berharap kenangan itu akan bergeser dengan cerita bersama kalian. Tapi nyatanya tidak, tetap saja ada.
Aku tahu takkan pernah ada cerita happly ever after. Mungkin aku terlalu banyak membaca dongeng. Tapi itu membantuku berfikir, bahwa selalu ada cerita indah dibalik rasa sakit. Selalu ada jalan untuk sebuah masalah. Mengajarkanku bahwa hidup tak akan pernah selesai begitu saja.
Kalau kau lihat aku tersenyum, berarti rasa sakitku sudah berkurang sedikit. Aku tak pernah bisa tersenyum. Kalau kau melihatku tersenyum berarti rasa sakitku akan segera hilang.
Hidup ini singkat, kau paham itu. Hidup ini akan sia-sia kalau aku tetap memikirkannya kan? Tapi Tuhan belum mau namanya hilang dari kepalaku, pelan-pelan nanti juga akan hilang.
Biar waktu yang menjadi obat untuk semua rasa sakit. Biar waktu yang jawab semua pertanyaan yang tidak pernah terjawab, biar waktu yang kasih tau semuanya.
Untuk cerita aku dan kamu
Aku tak pernah bisa memahami isi kepala seorang laki-laki. Mungkin juga sebaliknya laki-laki menganggap wanita adalah makhluk yang susah dimengerti. Karena akan banyak hal yang tidak kita mengerti ketika hal itu belum terucap. Aggap saja ini cerita tentang aku dan kamu.
Semua masih terasa sama teman. Buatku kau tetap menjadi teman yang baik dan menyenangkan. Untuk rasa yang terlanjur ada tak mungkin aku menyalahkan semua itu. Itu dari Tuhan.
Kalau itu dari Tuhan mungkin bisa terjadi, tapi untuk saat ini hal itu belum ada pada diriku. Rasa itu tidak ada. Kalaupun suatu saat rasa itu ada, biar jadi rencana Tuhan yang lebih indah. Kita tunggu jawaban Tuhan. Kau hilangkan saja rasa itu, pelan-pelan juga hilang.
Hatiku pernah terbuka. Kemudian seorang datang mendiaminya begitu lama dan tanpa sadar hatiku tertutup, lalu aku lupa cara membukanya.
Parahnya dia sudah tidak ada didalamnya. Tapi kenangan akannya masih tersimpan dan rasanya masih sama. Aku sedang berusaha membukanya. Mungkin saja nanti terbuka. Biar Tuhan yang kasih jawaban ke aku buat siapa hatiku akan terbuka lagi. Setelah untuk Tuhan tentunya.
Aku menyayangimu, akan tetap menyayangimu sebagai saudaraku. Tak mungkin kita buang persahabatan yang sudah terjalin bukan? Kalau ada yang terjadi diantara kita, sebuah cerita biar jadi kenangan nantinya.
Cerita yang indah bersama kalian, teman baru yang menyenangkan. Mengajarkan tolong-menolong yang sebenarnya.
Aku pun belajar banyak darimu. Belajar memaknai hidup. Sepertinya rasa sayang sebagai saudara akan lebih indah buat kita. Aku dan kamu. Kita simpan dulu semua rasa yang ada. Kita lihat lurus kedepan. Cita-cita masih banyak. Kalau kau risaukan masalah hati yang tak ada ujungnya ini kita akan sama lelah bukan.
Masalah hati tak pernah selesai kawan. Terlalu rumit untuk dibahas. Merasa sendiri dikeramaian dan merasa ramai dikesendirian. Ini perasaan.
Aku juga tahu rasa risau yang kau rasakan. Makan tak enak tidur tak nyenyak. Sudah kujawab kan? Kau punya banyak tanggungjawab. Kalau kamu risau kasihan yang lain.
Menanti jawaban Tuhan, berarti kita sama-sama memperbaiki diri, sama-sama memantaskan diri, entah untuk siapa. Tapi Tuhan tak pernah melanggar janjiNya kan,”laki-laki yang baik untuk wanita yang baik, begitu juga sebaliknya.”
Biar Tuhan yang kasih tahu ke kita pelan-pelan. Kadang aku juga tak tahu darimana munculnya rasa cinta, rasa sayang, rasa suka. Semua itu tak pernah punya alasan. Semua itu tak butuh alasan. Terjadi begitu saja. Aku tak akan menyalahkaknmu. Terimakasih untuk rasa yang terlanjur ada.
Emm.. udah ya, jangan dibahas lagi nanti lelah.
Biar waktu jadi obat buat segalanya. Waktu selalu baik hati mengobati kesedihan. Tuhan punya banyak cara untuk membuat hambaNya tersenyum.
Kalau Tuhan kasih ujian ke hambaNya berarti Tuhan tahu hambaNya mampu. Tuhan tidak pernah menguji hambaNya diluar batas kemampun hamba.
Kalau kita bisa lewati semua ujian dari Tuhan berarti kita naik kelas. Dapat nilai dari Tuhan. Nanti kalau ada ujian lagi, ujiannya lebih berat. Kalau mampu semuanya akan terasa lebih indah, kalau tidak coba tanya sama Tuhan. Ceritakan padaNya. Adukan apa yang kau rasakan nanti Tuhan yang kasih jawaban.
Najma Bathul
Panjang, jelas dan lugas surat balasan kedua dari Najma Bathul. Hati pembacanya bergemuruh, kemudian tersenyum, sedetik kemudian seluruh dunia terasa menghujatnya. Sayu, loyo, demi membaca surat dari Najma yang kokoh pada pendiriannya. Kuat sekali dinding yang menjadi benteng hati Najma. Tinggi dan kokoh bak benteng Rotterdam di pantai sulawesi.
Surat Fadil hanya sebongkah batu kecil yang tak akan pernah mampu menggoyahkan sedikitpun kekuatan benteng Najma. Suara santri yang berkejaran tak dapat kurasai lagi riuhnya. Seluruh bangunan pondok seakan menggunjingkan keadaanku. Senja yang semakin menguning seakan berteriak dalam kebisuannya, semuanya terasa begitu lambat berjalan. Aku tenangkan keadaanku lantas keluar dari kamar menuju masjid untuk shalat maghrib berjamaah bersama Abah Yai, sekaligus mengadukan seluruhnya kepada Sesembahanku Yang Maha Agung. Dan berkata, “Tuhan, segala masalah adalah kecil dihadapan keagunganMu. Jadikanlah ia kecil untuk hambaMu yang begitu kerdil menanggung masalah ini.”
Lima hari setelah membaca surat balasan itu Fadil mulai menulis balasannya. Tepat tengah malam sebelum terbangun untuk yang kedua kalinya.
Post a Comment