Seperti biasa, jangan lupa untuk membaca doa terlebih dahulu...
Pembelajaran Konstruktif ala Illeris
Artikel paman kali ini, masih membahas sumbangan olah-pikirnya simbah Knud Illeris dalam perkembangan pemikiran pendidikan kontemporer. Setelah pada artikel terdahulu kita membahas tentang dasar-dasar pikiran Knud Illeris dalam teori pendidikan kontemporer, pada kesempatan kali ini kita akan membahas klasifikasi tipe pembelajaran milik mbah Illeris.
Sebagaimana yang sudah disampaikan, model pembelajaran Illeris ini merupakan pembelajaran Konstruktif. Artinya adalah bahwa proses pembelajaran adalah sebuah proses membangun atau mengartikan pembelajaran sebagai struktur mental; perlu diketahui bahwa proses konstruktif itu terjadi pada bagian otak (skema mental).
Otak, organisasi pembelajaran
Baik, sebagaimana telah diketahui bersama bahwa pembelajaran terjadi pada otak. Maka dalam otak tentunya terdapat semacam organisasi hasil belajar sebagai dampak atas kesadaran kita akan seseorang, problema, suatu topik, dll dan dalam sekejapan kita telah mengetahuinya dan secara subjektif dan biasanya tanpa kita sadari, kita sebut hal itu sebagai pengetahuan. Karena organisasi itu bukanlah suatu arsip, maka kita tidak akan menemukan elemen apapun pada posisi manapun dari otak kita. Dan para ilmuan menyebut skema mental itu sebagai ‘engram’, yang berupa alur sirkuit yang sangat banyak jumlahnya yang terletak diantara bermilyar neuron dalam otak. ‘engram’ ini telah aktif sejak saat-saat sebelumnya, sehingga sangat mungkin untuk dihidupkan kembali (ingat), namun dengan jalur tempuh yang berbeda sebagai akibat pengalaman baru yang telah dialaminya.
Impuls-impuls, pokok proses pembelajaran
Oke, bertalian dengan pembelajaran, bahwa yang menjadi pokok pentingnya adalah bahwa impuls-impuls baru bisa saja dimasukkan kedalam organisasi mental dengan beragam cara. Dan berangkat dari sini pula pembelajaran dapat dibedakan menjadi empat tipe yang diaktivasikan dalam konteks yang berbeda, mengimpllikasikan beragam jenis hasil pembelajaran dan memerlukan lebih banyak atau lebih sedikit energi.
Empat tipe pembelajaran
Pertama, ketika pembelajaran itu ‘menghasilkan skema baru’ yang terbentuk. Maka yang terjadi adalah pembelajaran kumulatif/mekanis. Dalam psikologi behavioris dikenal sebagai pengkondisian; dimana terdapat sesuatau yang baru, sesuatu yang terisolasi dari bagian lainnya. Oleh karena itu pembelajaran tipe ini terjadi selama bertahun-tahun pertama kehidupan. Kemudian, pembelajaran tipe ini hanya terjadi pada situasi khusus, dimana seseorang mempelajari sesuatu tanpa makna, misalnya nomor telepon. Hasil belajar, ditandai dengan tipe otomatisasi dimana hal itu akan bekerja hanya jika seseorang berada dalam situasi yang mirip dengan konteks pembelajaran.
Kedua, pembelajaran asimilatif atau pembelajaran dengan ‘menambahkan’. Dalam pembelajaran asimilatif ini bahwa eemen baru diasosiasikan sebagai tambahan bagi sebuah skema atau pola yang sudah terbentuk. Hal ini sangat jelas ketika seorang murid melakukan pembelajaran mata pelajaran, ia akan mengalami penambahan konstan terhadap apa yang sudah ia pelajari. Perlu diingat, bahwa pembelajaran tipe ini juga terjadi pada seorang yang secara bertahap tengah mengembangkan kapasitas dirinya. Hasil pembejarannya berupa pengaitan pembelajaran baru dengan skema yang bersangkutan dengan cara sedemikian rupa sehingga ketika seseorang akan mengingat atau mengaplikasikannya ketika dirinya berada pada situasi mental yang terorientasikan pada bidang yang dimaksud; ia akan mengingatnya dengan mudah.
Ketiga, pembelajaran akomodatif/transeden; tipe pembelajaran ini mengimplikasikan bahwa seorang memecah unsur dari skema yang ada dan mentransformasikannya sehinga ‘situasi’ baru tersebut dapat dikaitkan. Dalam hal ini seseorang menerima dan sekaligus merekonstruksinya; oleh karenanya terasa sangat membebani dan membutuhkan energe mental yang kuat. Hal ini terjadi karena seseorang ‘melintasi batas-batas’ yang telah ada dan memahami (menerima) sesuatu yang benar-benar baru (berbeda dengan yang ada), dan ini lebih menuntut daripada sekedar menambah satu elemen baru dalam skema yang sudah ada. Sebagai hasilnya; fakta bahwa pembelajaran dapat diingat dan diaplikasikan dalam berbagai konteks yang relevan. Sebab, pemahaman/pengetahuan atas sesuatu telah terinternalisasi dalam diri seseorang.
Keempat, para ilmuan menyebutnya dengan pembelajaran signifikan (Rogers), pembelajaran ekspansif (Engestrom), pembelajaran transisional (Alheit), atau pembelajaran transformatif (Mezirow). Pada situasi ini, seorang belajar dengan cakupan yang lebih luas; dimana pembelajaran ini mengimplikasikan adanya ‘perubahan personalitas’ atau ‘perubahan organisasi diri’; pada pembelajaran ini ditandai adanya ‘restrukturisasi’ simultan terhadap gugus skema pada ketiga dimensi pembelajaran (Isi, insentif dan interaksi).
Pembejaran transformatif bersifat matang dan ekstensif, menuntut banyak energi mental dan ketika berhasil terlaksana seorang akan merasa lega dan rileks. Hal ini terjadi karena sebuah pemutusan orientasi yang terjadi sebagai akibat situasi krisis yang muncul dari tantangan yang diniai urgen dan tak terelakkan, mengharuskan seseorang untuk berubah dan melangkah lebih jauh.
Kesimpulan
Oke, dapat disimpulkan bahwa keemat pembelajaran diatas berbeda secara lingkup, karakteristik, aktivasi dalam situasi dan hubungan yang berbeda. Jika pembelajaran kumulatif terjadi pada rentang kehidupan awal manusia, sedang pembelajaran transformatif terjadi dalam proses yang penuh tuntutan sehingga dihasilkan perubahan kepribadian dan terjadi hanya pada situasi yang amat sangat spesial dengan signifikansi yang mendelama bagi pembelajar. Sedang pembelajaran asimilasi dan akomodasia adalah pembelajaran yang terjadi sehari-hari secara normal dan wajar.
Oke, sekian dulu dari paman. Bagi yang ingin mendalami bisa baca buku Contemporary Theories of Learning-nya Knud Illeris. See yaaaah...
Post a Comment